TERBARU

Kumpulan Cerita Pendek Dongeng Penuh Pesona

Cerita Pendek Dongeng – Dongeng adalah cerita rakyat yang bersifat khayalan atau tidak benar-benar terjadi. Dongeng biasanya diceritakan untuk hiburan, namun juga bisa mengandung nilai pendidikan atau pesan moral.

Dongeng sering kali menceritakan kejadian luar biasa, tokoh-tokoh yang memiliki kekuatan khusus, atau makhluk-makhluk gaib.

Secara lebih rinci, dongeng memiliki beberapa ciri khas:

  • Bersifat khayalan atau fiktif:

Dongeng tidak dianggap benar-benar terjadi, melainkan cerita yang diciptakan oleh imajinasi.

  • Mengandung pesan moral:

Meskipun bersifat hiburan, dongeng sering kali mengandung pesan moral atau nilai-nilai pendidikan yang ingin disampaikan kepada pendengar atau pembaca.

  • Gaya penceritaan lisan:

Dongeng biasanya disampaikan secara lisan atau diwariskan dari mulut ke mulut.

  • Tidak diketahui pengarangnya:

Dongeng seringkali tidak memiliki pengarang yang jelas, melainkan berkembang secara kolektif di masyarakat.

  • Alur cerita yang sederhana:

Cerita dongeng biasanya memiliki alur yang sederhana dan mudah dipahami.

Cerita Pendek Dongeng

  1. Bawang Merah dan Bawang Putih

Dahulu kala, hiduplah Bawang Putih dan saudara tirinya, Bawang Merah. Ibu Bawang Putih meninggal ketika ia masih bayi. Kemudian ayahnya menikah lagi dengan wanita lain dan memiliki anak bernama Bawang Merah.

Tak berselang lama, ayahnya pun meninggal. Setelah itu, kehidupan Bawang Putih amat menyedihkan. Kesehariannya, Bawang Putih selalu diminta untuk mengerjakan seluruh pekerjaan rumah termasuk mencuci baju.

Suatu hari ketika sedang mencuci, baju ibu tiri Bawang Putih hanyut. Bawang Putih pun bingung sampai akhirnya bertemu dengan seorang nenek yang mengatakan kalau ia menyimpan baju yang hanyut itu dan akan mengembalikannya dengan satu syarat. Bawang Putih harus membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Bawang Putih pun menuruti.

Setelah selesai, nenek itu mengembalikan baju ibu tirinya. Nenek itu juga memberinya hadiah. Bawang Putih harus memilih salah satu labu untuk dibawa pulang, ada labu besar dan labu kecil. Bawang Putih memilih yang kecil. Sesampainya di rumah alangkah terkejutnya ia beserta ibu dan saudara tirinya, ternyata labu itu berisi banyak perhiasan.

Keesokan harinya, Bawang Merah melakukan hal yang sama seperti Bawang Putih. Ia pura-pura menghanyutkan pakaiannya. Kemudian, memilih labu yang besar. Ketika dibuka labu itu malah berisi ular.

Bawang Merah dan ibunya pun merasa itu adalah bentuk teguran dari Tuhan untuk mereka karena sudah memperlakukan Bawang Putih layaknya seorang pembantu. Mereka menyadari semua kesalahannya selama ini pada Bawang Putih dan meminta maaf.

Pesan moral: Tidak boleh berperilaku buruk terhadap orang lain dan memiliki sifat serakah.

  1. Burung Bangau yang Angkuh

Seekor bangau berjalan dengan langkah yang anggun di sepanjang sebuah sungai kecil, matanya menatap air sungai yang jernih, leher dan paruhnya yang panjang siap untuk menangkap mangsa di air sebagai sarapan paginya.

Saat itu, sungai dipenuhi dengan ikan-ikan yang berenang, tetapi sang Bangau merasa sedikit angkuh di pagi hari itu.

“Saya tak mau makan ikan-ikan yang kecil,” katanya kepada diri sendiri. “Ikan yang kecil tidak pantas dimakan oleh bangau yang anggun seperti saya.”

Sekarang, seekor ikan yang sedikit lebih besar dari ikan lain, lewat di dekatnya.

“Tidak,” kata sang Bangau. “Saya tidak akan merepotkan diri saya untuk membuka paruh dan memakan ikan sebesar itu!”

Saat matahari mulai meninggi, ikan-ikan yang berada pada air yang dangkal dekat pinggiran sungai, akhirnya berenang pindah ke tengah sungai yang lebih dalam dan dingin. Sang Bangau yang tidak melihat ikan lagi, terpaksa harus puas dengan memakan siput kecil di pinggiran sungai.

Baca Juga:   Begini Cara Mendapatkan BLT Anak Sekolah Rp 3,4 Juta Tahap Kedua Yang Akan Segera DiBagikan

Pesan moral: Cerita ini mengajarkan anak untuk tidak bersikap angkuh, Bunda. Karena sifat ini hanya akan merugikan, baik orang lain maupun pada diri sendiri.

  1. Angsa dan Telur Emas

Suatu hari, seorang petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa itu mengeluarkan telur emas.

“Angsa ajaib,” kata petani. la segera membawa telur emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.

“Ini emas murni,” kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak. Sejak saat itu, angsa setiap hari mengeluarkan telur emas. Kini, petani telah memiliki selusin telur emas. Namun, petani itu masih belum puas.

“Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya,” kata petani.

Setelah angsa mengeluarkan telur emas yang banyak dalam sehari, petani masih belum puas juga.

“Angsa itu mengeluarkan banyak telur emas. Aku tidak akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil seluruh emas dalam tubuhnya,” pikir petani.

Petani itu akhirnya menyembelih angsa, namun betapa kagetnya dia. Alih-alih menemukan banyak telur emas, justru dia tidak menemukan satupun di dalam tubuh angsa.

Kini, petani hanya bisa menyesal. Karena serakah, dia telah menyembelih angsa. Andai saja tidak menyembelih angsa itu, pasti masih bisa mendapatkan telur emas. Itulah akibat dari keserakahan.

Pesan moral: Cerita ini mengajari anak untuk tidak menjadi orang yang serakah, Bunda. Untuk meraih kesuksesan, diperlukan kerja keras dan kesabaran. Orang yang serakah dan tidak sabar hanya akan mendapat kerugian.

  1. Asal Usul Danau Maninjau

Di kaki Gunung Tinjau, hidup sepuluh orang bersaudara yang disebut dengan Bujang Sembilan. Si sulung bernama Kukuban dan si bungsu bernama Sani. Mereka memiliki paman bernama Datuk Limbatang. Datuk Limbatang memiliki putra bernama Giran. Sani dan Giran saling menaruh hati.

Saat musim panen, diadakanlah adu silat. Giran dan Kukuban pun bertanding, mereka sama kuatnya. Namun Kukuban kalah dan merasa dendam kepada Giran.

Beberapa hari kemudian, Datuk Limbatang datang meminang Sani untuk Giran tapi Kukuban menolaknya. Sani dan Giran pun bersedih, mereka bertemu di sebuah ladang untuk mencari solusi. Sepotong ranting berduri tersangkut pada sarung Sani hingga melukai pahanya.

Giran berniat mengobati luka itu dengan ramuan. Tiba-tiba warga datang menuduh mereka telah melakukan perbuatan terlarang sehingga harus dihukum. Betapapun Giran dan Sani mencoba membela diri, warga tidak menghiraukannya.

Sebelum dihukum, Giran berdoa kalau mereka bersalah, ia rela tubuhnya hancur di dalam kawah gunung. Tetapi jika tidak bersalah, letuskanlah gunung ini dan kutuk Bujang Sembilan menjadi ikan.

Setelah Giran dan Sani melompat ke kawah, gunung itu pun meletus. Bujang Sembilan pun menjelma menjadi ikan. Letusan gunung Tinjau itu membentuk kawah luas yang berubah menjadi danau yang diberi nama Danau Maninjau.

Pesan moral: Dari cerita ini tersirat pesan moral bahwa tidak baik menyimpan dendam dan prasangka buruk terhadap orang lain. Cerita ini berasal dari Sumatera Barat.

  1. Si Kera dan Pohon Pisang

Pada suatu hari, Kera dan Kura-kura sepakat untuk menanam pohon pisang. Lalu, mereka pergi ke pinggir sungai dan menemukan sebatang pohon pisang yang hanyut di sungai.

Setelah mendapatkannya, mereka langsung membagi dua pohon pisang tersebut untuk ditanam di rumah masing-masing. Kera mengambil bagian ujung, sedangkan Kura-kura diberi bagian pangkal pohon.

Baca Juga:   Harga Bitcoin Semakin Melejit Hingga $ 47.458 Setelah Bos Tesla Borong Bitcoin.

Seiring dengan berjalannya waktu, pohon pisang yang ditanam oleh Kura-kura telah tumbuh tinggi dan berbuah lebat. Sementara itu, pohon pisang yang ditanam oleh Si Kera tidak tumbuh.

Saat Kera berkunjung ke rumah Kura-Kura untuk melihat pohon pisangnya, Kura-kura meminta tolong Kera untuk mengambil buah pisangnya. Namun, sangat disayangkan, Kera dengan serakah memakan banyak buah pisang Kura-kura sendirian dan akhirnya sakit perut.

Setelah kejadian tersebut, Kera merasa bersalah dan meminta maaf kepada Kura-kura. Walaupun pernah disakiti, Kura-kura tetap memaafkannya dan tetap menjadi sahabat Si Kera.

Pesan moral: Selain selalu berbagi dan tidak serakah, dongeng ini juga mengajarkan anak untuk memaafkan.

  1. Si Kancil Mencuri Mentimun

Suatu hari Kancil jalan-jalan ke ladang mentimun milik manusia. Lalu Kancil tergiur untuk mengambil dan memakannya. Lalu ia terus memakan mentimun sampai kenyang.

Sore harinya, Pak Tani pemilik ladang datang ke ladang dan sangat marah melihat timun-timunnya telah habis dan ladangnya berantakan. Esoknya Kancil datang lagi ke ladang untuk meminta maaf dan berusaha menyentuh kaki Pak Tani.

Ternyata yang disentuhnya bukanlah Pak Tani melainkan orang-orangan sawah yang sudah dilumuri oleh getah pohon, sehingga membuat Kancil terperangkap dan tidak bisa berjalan.

Saat Pak Tani datang, Pak Tani langsung menangkap Kancil dan membawa Kancil pulang ke rumah dan mengurungnya dengan rasa marah.

Pesan moral: Nasihat dari cerita ini untuk Si Kecil adalah jangan mengambil milik orang lain tanpa izin, sebab itu merupakan perbuatan mencuri dan akan membuat orang yang dicuri marah.

  1. Dongeng Anak Kancil dan Buaya

Suatu hari, ada Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena makanan di sekitar kediamannya telah berkurang, Kancil pun pergi untuk mencari di luar kawasannya.

Saat dihadapkan dengan sungai yang harus disebranginya, Kancil mendapati banyak sekali buaya yang sedang kelaparan. Saat mendekati tepi sungai, ia pun memerintahkan kepada Buaya untuk memanggil kawanannya sebab Raja Hutan akan memberi mereka makan.

Kawanan Buaya itu pun diminta berbaris ke permukaan karena jumlah mereka hendak dihitung Kancil. Buaya pun menuruti perintah Kancil. Tapi ternyata itu hanyalah tipu daya Kancil agar ia dapat menyebrangi sungai tanpa cengkraman para Buaya.

Pesan moral: Cerita yang sudah tidak asing ini mengajarkan bahwa kecerdikan dapat mengalahkan kekuatan.

  1. Cucing Pindah Rumah

Seekor kucing bernama Cucing menggigit tengkuk anaknya satu-satu. la pindah tempat tinggal. Beberapa hari kemudian, Cucing memindahkan lagi anak- anaknya ke lain tempat. Burung Pipit tersenyum melihat kelakuan Cucing. “Ngapain kucing kurang kerjaan itu, setiap waktu memindahkan anak-anaknya” ejeknya dalam hati.

“Selamat pagi, binatang kurang kerjaan,” sapa Burung Pipit.

Cucing menjawab, “Maksudnya siapa yang kurang kerjaan?”

“Kamu,” cuit burung Pipit tersenyum mengejek.

“Kurang kerjaan bagaimana?”

“Setiap waktu selalu memindahkan anak-anakmu. Bukankah itu kurang kerjaan?”

“Kalau kamu tidak mengerti sesuatu, sebaiknya jangan bicara,” jawab Cucing.

Suatu hari, Burung Pipit menangis. Anak-anaknya hilang. Sarangnya kosong. Rupanya, seekor ular yang sejak seminggu lalu mengintai Burung Pipit dan telah menemukan sarangnya.

“Hai, Pipit, kamu kenapa?” teriak Cucing yang sedang bermain dengan anak-anaknya di bawah sarang Burung Pipit.

“Anak-anakku dicuri ular,” jawabnya sembari menangis. “Kamu mengerti, bukan, tujuanku memindahkan anak-anakku. Kalau tempatnya tetap, anak-anakku bisa hilang dimangsa musang. Carilah tempat tinggal yang lebih tersembunyi atau lebih tinggi,” ucap Cucing. Burung Pipit akhirnya mengerti alasan Cucing sering memindahkan anak-anaknya.

Baca Juga:   Bitcoin Banyak Dibicarakan. Apa itu Bitcoin, Serta Bagaimana Cara Kerjanya? Yuk Simak Berikut Tentang Bitcoin ini....

Pesan moral: Dari kisah Cucing dan Burung Pipit, kita dapat mengambil pesan moral adalah daripada membicarakan orang lain, alangkah lebih baik untuk memikirkan diri sendiri.

  1. Panen Pisang

Pada suatu hari, Kura-kura dan Monyet ingin menanam pisang. Mereka tidak ingin kekurangan makanan jika musim kemarau tiba.

“Kapan kita menanamnya?” tanya Kura-kura.

“Besok saja. Kita bertemu di kebun. Benihnya kita cari sendiri-sendiri,”

Esoknya, Kura-kura sudah menyiapkan makanan, cangkul, serta anak pohon pisang. Monyet membawa jantung pisang untuk ditanam.

“Kenapa jantungnya?” tanya Kura-kura. “Menanam pisang itu harus anaknya. Kalau anaknya yang ditanam, pasti lama. Kalau jantungnya, pasti cepat keluar buahnya,”

Walaupun sudah diberi tahu, tapi Monyet tetap yakin dengan pendapatnya. Beberapa bulan kemudian, hati Kura-kura senang saat melihat pohon pisangnya sudah besar. Jantung pisang punya Monyet sama sekali tidak tumbuh.

“Dua hari lagi pisangnya sudah matang. Kalau mau membantu, nanti aku beri sebagian,” kata Kura-kura.

Monyet yang iri segera berniat jahat. Pikiran liciknya muncul saat melihat pohon pisang Kura-kura. “Boleh, aku akan membantu,”

Dua hari kemudian, mereka pergi memanen pisang. Monyet langsung menghampiri pohon pisang dan memetiknya dalam waktu singkat. Pisang yang dipetik terakhir dilemparkan ke bawah. Monyet bermaksud mengalihkan perhatian Kura-kura. Saat Kura-kura memunguti pisang, Monyet kabur membawa karung yang pisang.

“Dasar serakah! Kalau tidak diakali, tentu aku tidak kebagian buah pisangnya,” kata Kura-kura sambil berjalan memunguti buah pisang yang terjatuh. Rupanya, karung yang diberikan ke Monyet sudah dilubangi. Pisang pun banyak yang berjatuhan.

Monyet menyadari sesuatu yang ganjil. Karung yang dibawanya ringan. Ternyata, karungnya berlubang. Monyet lemas dan tidak bisa menikmati pisang.

Pesan moral: Dongeng ini adalah orang yang serakah tidak akan pernah merasa cukup meskipun memiliki harta yang sudah cukup banyak untuk dirinya sendiri.

  1. Rumah Kura-Kura

Kura-kura bersedih karena rumahnya di pinggir sungai, sering hancur bila musim hujan. Saat itu Kura-kura belum mempunyai rumah yang menempel di punggungnya.

“Jangan menangis, Kura-kura. Lebih baik kamu membuat rumah di tempat yang lebih tinggi, biar tidak kena banjir,” kata Monyet yang kebetulan lewat.

Kura-kura mulai membangun rumah di yang lebih tinggi, dibantu Monyet. Tapi, tiap ada hujan disertai angin, rumah Kura-kura tetap hancur.

“Kemarin kita salah karena membuat rumah tanpa dihubungkan ke dalam tanah,” kata Monyet. Kura-kura berhenti menangis. Bersama Monyet, ia mulai membangun rumah lagi. Setiap sisi rumahnya ditopang dengan kayu panjang yang menancap di dalam tanah.

Suatu hari, rumah Kura-kura terbakar. la kembali bersedih. “Jangan menangis, Kura-kura. Biar rumahmu aman, sepertinya kamu harus membuat rumah yang bisa dibawa-bawa,” kata Monyet. “Dibawa?” Kura-kura tidak mengerti. “Aku harus menggendong rumah yang besar?”

“Rumahnya tidak besar, tapi pas dengan tubuhmu,”

Kura-kura tersenyum. la menyukai ide Monyet. Esoknya, Kura-kura membuat rumah lagi. Kali ini, ukurannya dibuat kecil. Monyet membantu membuatnya. Ketika sudah jadi, benda itu diletakkan di punggung Kura-kura. Awalnya, memang terasa tidak nyaman. Tapi lama-lama, Kura-kura merasa nyaman. Rumah barunya juga tempat aman untuk berlindung. Ketika dalam bahaya, ia tinggal bersembunyi di rumah batoknya.

Pesan moral: Bersikap pantang menyerah dan terus berusaha keras akan sesuatu hal akan membuahkan hasil yang sesuai dan mampu meraih keberhasilan yang diinginkan.

Demikianlah detail informasi mengenai Cerita Pendek Dongeng. Semoga bermanfaat untuk kita semua, sekian terima kasih.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button